Diskusi Senja
Ketika bumi berputar, pastilah kehidupan akan berganti. Menit dan
detik tak terasa, hingga kita tak sadar bahwa melaluinya dengan sia-sia. Andai
waktu dapat diulang, diriku tidak akan membuat kesalahan seperti dulu. Malam
tak terasa dingin, angin berhembus dengan pelan, bulan tak kunjung nampak
bintang bersembunyi dibalik awan. Apa yang terjadi pada malam ini, apakah
bintang dan bulan tidak ingin menemaniku? Apakah bintang dan bulan pergi
meninggalkanku? Aku tak faham dengan alur cerita hidupku. Banyak hal baru yang
belum sempat aku temui, Tuhan berikanlah hambamu ini penunjuk atas karuniaMu,
hamba tak sanggup jika mencarinya sendiri.
Perkenalan yang sengaja antara kami dimulai sejak masuk sekolah,
awalnya semua baik-baik saja. Terkadang mereka tak ingin dibela, sebab mereka
tahu bahwa yang membelah pastilah mengorbankan
sesuatu, entah perasaan maupun moral. Mereka hanya berpegang prinsip yaitu mati
satu, mati semua. Sungguh luar biasa kehidupan ini, sudah jarang orang yang
seperti mereka yang memiliki solidaritas tinggi. Kawan bagaikan berlian yang
diperebutkan banyak orang. Cobaan yang melanda tak akan membuat kami pecah,
rintangan yang mengahadang selalu kami lewati bersama. Itulah persahabatan kami
yang dulu.
Sore ini hujan sangat deras membuat kami terjebak didalam kelas.
Tak disangka diluar jendela juga banyak anak-anak lainnya menunggu berhentinya
hujan. Sambil menunggu kami mengerjakan tugas sekolah agar tidak terlambat
besok.
“Din, bagi tugas ya!. Kamu mangerjakan halaman 13-17. Nanti halaman
20-25 biar aku saja”. Ujar Ani.
“Oke, ngak masalah. Fid, nanti bantu aku ya?”. Dinda.
“Siap”. Afid.
Pada pukul 17:30 hujan mulai berhenti, kami bertiga segara pulang
kerumah masing-masing. Tiba-tiba Rendy datang menemui Dinda yang sedang asik
mengobrol dengan Ani.
“An, kamu duluan saja. Aku pulang dengan Rendy”. Ujar Dinda dengan
senyum.
Sejak Dinda berepacaran dengan Rendy, Dinda mengurangi waktunya
dengan kedua sahabatnya. Ia sering keluar bersama Rendy, dan jika mereka berdua
bertengkar pastilah Ani dan Afid yang kerepotan membantu Dinda agar baikan
dengan Rendy. Sebelumnya Ani dan Afid tidak pernah berperasangka burtuk atau
berfikiran negatif tentang Dinda dan Rendy, tetepi lambat laun Dinda selalu
marah-marah kepada mereka berdua. Dinda sering menyuruh Ani untuk mengerjakan
tugasnya, apabila belum selesai pastilah ia marah. Begitupun dengan Afid, ia
sering dikucilkan dalam kelakas. Persahabatanya tak seindah dulu, tak seindah
sebelum Dinda berpacaran dengan Rendy.
“An, aku minta tolong ya! Jika nanti mama mencariku dirumahmu
bilang saja aku masih ada urusan diluar”. Ujar Dinda.
“Ndak bisa Din, aku ngak berani. Nanti jika ketahuan bohong
bagaimana?”. Jawab Dinda.
“Ayo dong An, pliss!! Hanya kamu yang aku percaya saat ini. Atau
bilang kerpada mama kalau aku sedang mengerjakantugas diruumah teman-temn”.
Dengan nada memohon kepada Ani.
“Hmmm Bagaimana ya?”. Ani.
“Bantu temanmu ini dong An!!”. Dengan memegang kedua tangan Ani.
“Iya sudah deh, aku bantu. Tapi pulangnya jangan melibihi jam
21.00”.
“Siap bos” dengan tersenyum.
Dinda langsung meluncur bersama Rendy. Pada saat itu, mamanya Dinda
mencarinya kerumah Afid. Afid mengatakan kepada tante Lina bahwa Dinda tadi
pulang bersama Ani dan Rendy. Kemudian tante Lina mendatangi rumah Ani.
“Tadi Dinda sedang mengerjakan tugas dirumah Fitri tante,
kemungkinan pulangnya jam 9 nanti”. Jawab Dinda dengan sedikit gugup.
“Kok lama banget ya sampai jam 9 malam.?”. tanya Tante Lina.
“Hmmm, soalnya tugasnya banyak tante. Jadi lama”. Jawab Ani.
“Iya sudah makasih banyak ya Ani, tante langsung pamit saja. Salam
kepada mamamu”.
“iya tante, pasti saya sampaikan kepada mama nanti”.
Hingga pukul 20:30 Ani menghubungi Dinda, tetapi tidak ada respon
sama sekali. Kemudian Ani meminta bantuan kepada Afid untuk menghubungi Dinda.
Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu depan, ternyata itu Dinda. Ia baru
sampai dirumah.
“Bagaimana Din?”. Tanya Ani.
“Tepatkan An?, ngak bakal molor”. Ujar Dinda.
“Ayo masuk!”. Ajak Ani.
“Kayaknya aku langsung pulang saja deh An, aku takut ibu
mencariku”.
Dinda tidak berfikir sedikitpun bahwa ibunya sudah mencari dirumah
Ani, bahkan ia tak mengucapkan terimah kasih kepada Ani yang sudah membantunya.
Di dalam telfon, Ani menghubungi Afid dan membicarakan tentang Dinda. Ternyata
anggapan Afid kepada Dinda sam aeperti anggapan Ani juga. Ia bersepakat untuk
mendiamkan sahabat satunya, meskipun Ani dan Afid tau bahwa itu perlakuan yang
buruk. Tapi apa boleh buat, itu adalah cara agar Dinda kenal dengan sikapnya
sendiri.
Ani menjemput Afid untuk berangkat sekolah bersama, meski melewati
rumah Dinda tapi mereka berdua tak menoleh sedikitpun kearah rumah Dinda. Saat
tiba disekolah, ANI DAN Afid memesang muka cuek didepan Dinda. Tapi sayang,
Dinda tak menyadari tentang sikap kedua sahabtnya itu.
“Din, kamu merasa aneh ngak sih sama Ani”. Tanya Firda teman
sebangkunya.
“Ndak tuh, emang kenapa?”. Ujar Dinda.
“Ndak ada apa-apa, aku ngelihatnya seperti ada masalah antara kamu
dan Ani”. Penasaran.
“Tenang saja, Ani ngak bakal marahin aku kok”.
“Coba kamu dekatin Ani, Din. Bagaimana responnya?”. Suruh Firda.
“Nanti aja deh Fir, lagian aku mau ke kantin”.
“Sama Rendy??”. Tanya Ayu yang dari tadi diam mendengarkan
pembicaraan Dinda dan Firda.
Tak lama kemudian Rendy datang mencari Dinda. Mereka segera menuju
ke kantin lalu meninggalkan Firda dan Ayu. Dinda sama sekali tidak merasa bahwa
kedua sahabatnya sedang mengujinya atau sedikit menjauhinya, Dinda merasa semua
baik-baik saja seperti tak ada kendala apapun dihidupnya. Hal anehnya dalah
malah Rendy yang sedikit terganggu dengan sikap kedua sahabat Dinda yaitu Ani
dan Afid. Rendy baru menyadari saat mereka berdua menatap Dinda dengan wajah
yang sedikit merah dikantin.
“Hai An, boleh gabung ngak ini?”. Sapa Rendy.
“Ok”. Jawab Ani dengan memalingkan wajah kesamping kiri.
Bahkan Ani tak ingin menatap Rendy yang merusak persahabatannya
dengan Dinda. Dinda yang sedang mengambil pesanan Rendy segera menyusulnya
dibangku samping Afid yang sedang minum es jeruk kesukaannya.
“Kalian kenapa sih, ada masalah ya dengan Dinda?”. Tanya Rendy
kepada Afid dan Ani.
“Masalah??, apa maksudmu??”. Tanya Afid.
“Dengar ya!!, yang ada tuh malah loe yang ngerusak hubungan
persahabatan kami. Persahabatan kami rusak gara-gara kau yang sering mengajak
Dinda untuk menghabiskan waktu denganmu”. Ucap Afid.
Seperti tamparan yang keras menurut Rendy. Ia tak mengerti apapun
yang terjadi pada Dinda maupun kedua sahabatnya, dan sekarang Afid mengucapkan
semua itu dengan emosi yang meluap membuat Rendy merasa bersalah.
“Apa, aku?”. Rendy.
Tiba-tiba . . .
“Ada apa nih? Serius banget”. Sapa Dinda dengan senyuman
Ani hanya melirik kearah Afid dan memberi kode agar meninggalkan
kantin. Kemudian mereka berdua langsung meninggalkan Dinda dan Rendy tanpa
mengatakan sesuatu. Dan akhirnya hal itulah yang membuat Dinda menjadi sadar
bahwa dia memiliki masalah dengan kedua sahabatnya.
“Ada apa Ren?”. Tanya Dinda.
Melihat Rendy dengan kondisi seperti ini, Dinda tak usah menunggu
jawaban darinya, Dinda langsung mengejar kedua sahabatnya dan berteriak
memanggil Ani dan Afid. Tetapi keduanya sengaja mempercepat jalannya sehingga
inda semakin kewalahan mengejarnya. Hingga Ani menabrak Firda yang baru saja
keluar kelas dan Dinda berhasil menarik pergelangan tangan Afid dan berkata,
“Apa ini?”. dengan tetesan air dipipi.
“Lepas Din!”. Dengan kasar Afid mengkiblaskan tangan Dinda yang
memegang pergelangan tangannya.
“An, apa yang sebenarnya terjadi?. Kenapa kalian begitu kesal
denganku?”. Tanya Dinda.
“Kamu tak mengerti juga apa yang telah kau perbuat kepada kami
Din?”. Ujar ani dengan emosi.
“Bodoh, kamu benar-benar tidak bisa menjadi sahabat kami berdua,
mulai sekarang aku tak ingin melihatmu lagi Din”.
Dinda kebingungan dengan semua yang dikatakan oleh kedua
sahabatnya, termasuk wajah yang begitu marah hingga emosi tak bisa dipendam olehnya. Rendy
baru datang menemui Dinda didepan kelasnya.
“Kamu ngak papakan Din”. Dengan memegang pundak Dinda.
“Sebenarnya apa salahku Ren, kenapa mereka mengatakan semua itu?”.
Tanya Dinda sambil menangis.
Mereka berdua duduk dismping kolam ikan meninggalkan jam pelajaran.
Rendy menceritakan semua apa yang telah diceritakan Ani dan Afid kepadanya.
Dinda tak menyangka bahwa kedua sahabatnya sekarang membenci dirinya.
Saat ini malam akan menjadi sunyi, tak ada canda maupun tawa yang
mengiringi. Ketika udara menjadi teman bicara. Dan indahnya bulan purnama tak
lagi kita lihat dari sudut yang sama. Barang kali memang itulah yang terbaik
bagi kita. Sebab apa yang yang terbaik menurut kita tak selamanya baik
menurutNya.